Posted by : The privacy sites
Rabu, 06 November 2013
Review: The Mortal Instruments: City of Bones (2013)
Jika dua seri film Percy Jackson and the Olympians (2010 – 2013) mencoba hadir untuk mengisi kekosongan singgasana yang ditinggalkan oleh franchise Harry Potter (2001 – 2011), maka The Mortal Instruments: The City of Bones adalah sebuah usaha lain Hollywood untuk mengulang kesuksesan franchise The Twilight Saga (2008 – 2012) – meskipun The Hunger Games (2011) sepertinya telah menggenggam erat posisi tersebut. Layaknya The Twilight Saga, The Mortal Instruments: City of Bones merupakan adaptasi pertama dari seri novel fantasi The Mortal Instruments karya penulis asal Amerika Serikat, Cassandra Clare. The Mortal Instruments: City of Bones
juga menghadirkan banyak tema-tema familiar di dalam penceritaannya:
mulai dari kisah cinta segitiga, karakter-karakter berkekuatan magis,
kisah hubungan keluarga hingga petualangan untuk mencari penyelesaian
dari sebuah masalah. Sayangnya, dengan naskah dan pengarahan yang
benar-benar datar, The Mortal Instruments: City of Bones seringkali terlihat sebagai sebuah tiruan murahan dari The Twilight Saga daripada sebagai sebuah seri awal franchise
kisah fantasi yang mampu tampil lebih baik daripada seri film yang
berhasil mempopulerkan nama Kristen Stewart dan Robert Pattinson
tersebut.
The Mortal Instrument: City of Bones berkisah mengenai seorang remaja bernama Clary Fray (ding,
Bella! – Lily Collins) yang tidak menyadari bahwa ia memiliki sebuah
kekuatan supernatural. Namun, hal tersebut segera berubah setelah pada
satu malam, ketika dirinya sedang berada di sebuah klub malam bersama
sahabatnya, Simon Lewis (Jacob Black alert! – Robert Sheehan) –
yang secara diam-diam menyukai Clary, Clary menjadi satu-satunya orang
yang dapat melihat terjadinya sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh Jace
Wayland (ummm… Edward? – Jamie Campbell Bower) dan
rekan-rekannya. Panik, Clary lalu menjadi buruan Jace yang ingin
menjelaskan apa yang sebenarnya telah dilihat oleh Clary. Jace lalu
menjelaskan bahwa sosok pria yang ia bunuh merupakan sesosok penjelmaan
setan dan Clary yang dapat melihat kejadian tersebut bukanlah seorang mundane – istilah dalam cerita ini untuk menyebut seorang manusia biasa; muggle dalam dunia Harry Potter
– melainkan adalah seorang Shadow Hunter – keturunan pejuang yang
dilatih untuk melenyapkan para setan yang mencoba untuk mengganggu
ketenangan umat manusia di muka Bumi – seperti dirinya.
Sialnya, ketika sedang menerima kabar
tersebut, di saat yang sama pula Clary menerima kabar bahwa ibunya,
Jocelyn Fray (Lena Headey – yang entah kenapa beraksen Inggris di
sepanjang film tanpa penjelasan yang akurat), telah diculik. Untuk
menyelamatkan ibunya, Clary lantas harus membantu Jace untuk mencari
keberadaan Mortal Cup – sebuah cawan dengan tenaga magis yang dapat
memberikan kekuatan tak terkalahkan bagi siapapun yang memilikinya.
Tentu saja, berbagai kejadian tersebut memberikan kebingungan mendalam
bagi Clary. Ia tidak dapat lantas percaya begitu saja terhadap siapapun
yang kini berada di sekitarnya. Di saat yang bersamaan, Clary jelas
membutuhkan bantuan setiap orang yang mau menolongnya agar dapat
menemukan sekaligus menyelamatkan ibunya.
Yep. Jika Anda dapat melihat beberapa bagian sinopsis penceritaan The Mortal Instument: City of Bones,
Anda jelas dapat merasakan berbagai hal yang telah pernah dihadirkan
dalam film-film sejenis selama ini: beberapa bagian cerita menyerupai
kisah yang dihadirkan dalam The Twillight Saga dan beberapa bagian lainnya akan mengingatkan beberapa orang akan kisah Harry Potter.
Selain dua referensi cerita tersebut, mereka yang jeli sepertinya akan
dapat menemukan bagian dimana jalan cerita film ini juga menggunakan
konsep limbo seperti dalam penceritaan Inception (2010) dan bahkan menggunakan alur kisah asmara Princess Leia dan Luke Skywalker dalam Star Wars Episode V: Empire Strikes Back
(1980). Sejujurnya, penggunaan berbagai inspirasi cerita tersebut tidak
akan menjadi sebuah masalah besar jika saja penulis naskah, Jessica
Postigo, mampu mengelola jalan ceritanya dengan baik. Unfortunately… that’s not happening. At all.
Semenjak memulai penceritaannya, The Mortal Instrument: City of Bones
telah dipenuhi dengan berbagai topik penceritaan yang akhirnya justru
kemudian membebani penonton sekaligus alur penceritaan ketika naskah
cerita film ini gagal untuk memberikan penggalian cerita yang lebih
memadai. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa tiga perempat bagian
penceritaan The Mortal Instrument: City of Bones mencoba untuk
menjelaskan berbagai konflik maupun karakter yang hadir dalam 130 menit
durasi penceritaan film ini: mulai dari penggunaan istilah mundane
dan Shadow Hunter, kehadiran malaikat, setan, vampir, manusia serigala,
penyihir, konflik antara keluarga, cinta segitiga sampai sebuah kejutan
mengenai masa lalu dari karakter Clary Fray dan Jace Wayland. Sementara
itu, seperempat bagian lain dari penceritaan film digunakan untuk
menghadirkan adegan pertarungan yang sama sekali jauh dari kesan
mengesankan. Berbagai konflik dan karakter dan pertarungan terus menerus
hadir dalam The Mortal Instrument: City of Bones. Sayangnya, baik Jessica Postigo Paquette sebagai penulis naskah serta sutradara Harald Zwart (The Karate Kid,
2010) tidak memeiliki kapabilitas yang cukup untuk mengelola jalan
cerita yang terlalu dipenuhi oleh berbagai hal tersebut. Hasilnya, The Mortal Instrument: City of Bones berjalan dalam durasi yang panjang, alur yang begitu lamban dan bertele-tele serta kisah yang terasa begitu membosankan.
Juga tidak banyak membantu adalah jajaran
karakter serta pengisi departemen akting film ini. Meskipun karakter
Clary Fray dapat digambarkan sebagai sosok yang jauh lebih aktif
daripada karakter Bella Swan, namun karakter Clary Fray tetap
tergambarkan sebagai sosok yang begitu datar dan… bodoh – seperti halnya
banyak karakter di film ini. Lily Collins terlihat berusaha kuat untuk
menghidupkan karakter yang ia perankan. Ummm… sebuah usaha yang
sia-sia. Sama seperti sia-sianya untuk mengharapkan penonton dapat
menyukai sosok Jamie Campbell Bower yang sama sekali tidak memiliki
kharisma kuat untuk ditampilkan sebagai pemeran utama – apalagi sebagai the new Edward. Chemistry
antara Collins dan Bower juga terasa begitu hampa. Adalah sangat
menyakitkan untuk menyaksikan penampilan keduanya yang berusaha keras
untuk terlihat saling menyukai satu sama lain ketika chemistry antara keduanya begitu sulit untuk dirasakan kehadirannya.
Jajaran pemeran lain juga tampil sama
tidak mengesankannya. Lena Headey tampil cantik namun jelas tidak akan
menyelamatkan perannya yang begitu kecil dalam bercerita. The Jacob Black in this story,
Robert Sheehan yang memerankan karakter Simon Lewis sebenarnya mampu
tampil menarik. Namun seringkali tenggelam demi membiarkan alur cerita
antara karakter Clary Fray dan Jace Wayland tumbuh lebih besar. Yang
terakhir adalah kemunculan Jonathan Rhys Meyers yang tampil begitu
mengganggu dan terlihat begitu berlebihan dalam menampilkan kemampuan
aktingnya. Tidak semua hal dalam The Mortal Instrument: City of Bones tampil buruk. Film ini setidaknya masih mampu menampilkan tata produksi yang mengesankan dan, seperti halnya The Twilight Saga,
mampu mengiringi tiap adegannya dengan lagu-lagu yang cukup mampu
berbicara kuat dan lebih emosional daripada jalan cerita film ini
sendiri.
Kesalahan terbesar, dan sangat fatal, dari The Mortal Instrument: City of Bones,
jelas terletak pada penulisan naskah ceritanya. Mungkin cerita asli
film ini memang memuat berbagai hal yang memenuhi banyak sudut
penceritaannya. Namun Jessica Postigo Paquette jelas seharusnya mampu
menyortir berbagai hal yang ingin ia hadirkan dalam naskah cerita The Mortal Instrument: City of Bones
daripada memasukkan berbagai hal yang kemudian membuat penceritaan film
ini terasa berlebihan dan gagal untuk dikelola dengan baik. Pengarahan
Harald Zwart yang begitu datar juga tidak mampu berbuat banyak untuk
menyelamatkan kualitas film ini. Berlebihan. Membosankan. Datar. Kacau.
Salah satu film terburuk yang pernah dirilis di sepanjang tahun 2013.
The Mortal Instrument: City of Bones (2013)
Directed by Harald Zwart Produced by Dan Carmody, Robert Kulzer Written by Jessica Postigo Paquette (screenplay), Cassandra Clare (novel, City of Bones) Starring Lily
Collins, Jamie Campbell Bower, Robert Sheehan, Kevin Zegers, Lena
Headey, Kevin Durand, Aidan Turner, Jemima West, Godfrey Gao, C. C. H.
Pounder, Jared Harris, Jonathan Rhys Meyers, Robert Maillet, Stephen R.
Hart, Elyas M’Barek, Chad Connell Music by Atli Örvarsson Cinematography Geir Hartly Andreassen Editing by Joel Negron Studio Constantin Film Produktion/Don Carmody Productions/Unique Features Running time 130 minutes Country United States, Germany Language English